ct012010
Mandi adalah aktivitas yang selalu
dibutuhkan oleh manusia. Mandi memberikan perasaan bersih dan percaya diri.
Dalam tuntunan Rasulullah SAW, ada 2 jenis mandi, yaitu mandi yang diwajibkan
dan mandi yang disunnahkan. Dalam posting ini akan dijelaskan mengenai mandi
yang diwajibkan.
Mandi wajib dilakukan jika terjadi hal-hal
di bawah ini:
1.
Keluarnya
mani dengan syahwat. Kebanyakan ulama berpendapat bahwa mandi
diwajibkan hanya jika keluarnya mani secara memancar dan terasa nikmat ketika
mani itu keluar. Jadi jika keluarnya karena kedinginan atau sakit, tidak ada
kewajiban mandi. Tapi biar aman, tetap mandi saja
2.
Jika
bangun tidur dan mendapati keluarnya mani.
Ulama berpendapat bahwa selama kita bangun dan mendapati adanya mani, maka kita
wajib mandi, walaupun kita tidak sadar atau lupa telah mimpi basah atau
tidak
3.
Setelah
bertemunya dua kemaluan walaupun tidak keluar mani.
4.
Setelah
berhentinya darah haidth dan nifas.
5.
Ketika
orang kafir masuk islam.
6.
Ketika
seorang muslim meninggal dunia.
Tentu saja yang memandikannya adalah yang orang yang masih hidup Mayat
muslim wajib dimandikan kecuali jika ia meninggal karena gugur di medan perang
ketika berhadapan dengan orang kafir.
7.
Ketika
bayi meninggal karena keguguran dan sudah memiliki ruh.
Cara-cara mandi wajib (atau disebut juga
mandi junub atau janabah) yang dicontohkan Rasulullah SAW adalah sebagai
berikut:
1.
Berniat mandi wajib dan membaca basmalah.
2.
Mencuci tangan terlebih dahulu sebanyak 3
kali
3.
Membersihkan kemaluan dan kotoran yang ada
dengan tangan kiri
4.
Mencuci tangan setelah membersihkan
kemaluan dengan menggosokkan tangan ke tanah atau dengan menggunakan sabun
5.
Berwudhu dengan wudhu yang sempurna
seperti ketika hendak shalat
6.
Mengguyur air pada kepala sebanyak 3 kali
hingga sampai ke pangkal rambut
7.
Mencuci kepala bagian kanan, lalu kepala
bagian kiri
8.
Menyela-nyela (menyilang-nyilang) rambut
dengan jari
9.
Mengguyur air pada seluruh badan dimulai
dari sisi yang kanan, lalu kiri.
Mudah kan? Nah,
untuk wanita, ada beberapa tambahan sebagai berikut:
1.
Menggunakan sabun dan pembersih lainnya
beserta air
2.
Melepas kepang rambut agar air mengenai
pangkal rambut
3.
Ketika mandi setelah masa haidh, seorang
wanita disunnahkan membawa kapas atau potongan kain untuk mengusap tempat
keluarnya darah untuk menghilangkan sisa-sisanya.
4.
Ketika mandi setelah masa haidh, disunnahkan
juga mengusap bekas darah pada kemaluan setelah mandi dengan minyak misk atau
parfum lainnya. Hal ini dengan tujuan untuk menghilangkan bau yang tidak enak
karena bekas darah haidh
Tambahan lain mengenai mandi wajib yang
sering ditanyakan:
1.
Jika seseorang sudah berniat untuk mandi
wajib, lalu ia mengguyur seluruh badannya dengan air, maka setelah mandi ia
tidak perlu berwudhu lagi, apalagi jika sebelum mandi ia sudah berwudhu.
2.
Setelah mandi wajib, diperbolehkan
mengeringkan tubuh dengan kain atau handuk
3.
Berkumur-kumur (madhmadhoh), memasukkan air dalam hidung (istinsyaq) dan menggosok-gosok badan (ad dalk)
adalah sunnah menurut mayoritas ulama.
Wallahu’alam bisshawab
Referensi:
1.
“Dan
jika kamu junub maka mandilah.” (QS. Al Maidah: 6)
2.
“Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan
mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri
mesjid) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja,
hingga kamu mandi.” (QS. An Nisa’: 43)
3.
“Sesungguhnya
(mandi) dengan air disebabkan karena keluarnya air (mani).” (HR. Muslim no.
343)
4.
Dari
Aisyah RA, “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah ditanya tentang
seorang laki-laki yang mendapatkan dirinya basah sementara dia tidak ingat
telah mimpi, beliau menjawab, “Dia wajib mandi”. Dan beliau juga ditanya
tentang seorang laki-laki yang bermimpi tetapi tidak mendapatkan dirinya basah,
beliau menjawab: “Dia tidak wajib mandi”.” (HR. Abu Daud no. 236, At Tirmidzi
no. 113, Ahmad 6/256. Dalam hadits ini semua perowinya shahih kecuali Abdullah
Al Umari yang mendapat kritikan[6]. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits
ini hasan)
5.
“Ummu
Sulaim (istri dari Abu Tholhah) datang menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam dan berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya Allah tidak malu terhadap
kebenaran. Apakah bagi wanita wajib mandi jika ia bermimpi?” Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam menjawab: “Ya, jika dia melihat air.” (HR. Bukhari no. 282 dan
Muslim no. 313)
6.
“Jika
seseorang duduk di antara empat anggota badan istrinya (maksudnya: menyetubuhi
istrinya , pen), lalu bersungguh-sungguh kepadanya, maka wajib baginya mandi.”
(HR. Bukhari no. 291 dan Muslim no. 348)
7.
Dari
Aisyah RA, “Seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam tentang seorang laki-laki yang menyetubuhi istrinya namun tidak sampai
keluar air mani. Apakah keduanya wajib mandi? Sedangkan Aisyah ketika itu
sedang duduk di samping, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Aku sendiri pernah bersetubuh dengan wanita ini (yang dimaksud
adalah Aisyah, pen) namun tidak keluar mani, kemudian kami pun mandi.” (HR.
Muslim no. 350)
8.
Dari
Qois bin ‘Ashim radhiyallahu ‘anhu, “Beliau masuk Islam, lantas Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkannya untuk mandi dengan air dan daun
sidr (daun bidara).” (HR. An Nasai no. 188, At Tirmidzi no. 605, Ahmad 5/61.
Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).
9.
“Mandikanlah
dengan mengguyurkan air yang dicampur dengan daun bidara tiga kali, lima kali
atau lebih dari itu jika kalian anggap perlu dan jadikanlah yang terakhirnya
dengan kafur barus (wewangian).” (HR. Bukhari no. 1253 dan Muslim no. 939)
10.
Syaikh
Muhammad bin Sholih Al Utsaimin rahimahullah. Beliau berkata, “Jika bayi karena
keguguran tersebut sudah memiliki ruh, maka ia dimandikan, dikafani dan
disholati. Namun jika ia belum memiliki ruh, maka tidak dilakukan demikian.
Waktu ditiupkannya ruh adalah jika kandungannya telah mencapai empat bulan,
sebagaimana hal ini terdapat dalam hadits Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu
11.
“Sesungguhnya
setiap amalan tergantung pada niatnya.” (HR. Bukhari no. 1 dan Muslim no. 1907)
12.
“Kemudian
beliau mengguyur air pada seluruh badannya.” (HR. An Nasa-i no. 247. Syaikh Al
Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
13.
Dari
Jubair bin Muth’im berkata, “Kami saling memperbincangkan tentang mandi janabah
di sisi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu beliau bersabda, “Saya
mengambil dua telapak tangan, tiga kali lalu saya siramkan pada kepalaku,
kemudian saya tuangkan setelahnya pada semua tubuhku.” (HR. Ahmad 4/81. Syaikh
Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih sesuai syarat
Bukhari Muslim)
14.
“Saya
mengambil dua telapak tangan, tiga kali lalu saya siramkan pada kepalaku,
kemudian saya tuangkan setelahnya pada semua tubuhku.” (HR. Ahmad 4/81. Syaikh
Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih sesuai syarat Bukhari
Muslim)
15.
“Saya
berkata, wahai Rasulullah, aku seorang wanita yang mengepang rambut kepalaku,
apakah aku harus membuka kepangku ketika mandi junub?” Beliau bersabda, “Jangan
(kamu buka). Cukuplah kamu mengguyur air pada kepalamu tiga kali, kemudian guyurlah
yang lainnya dengan air, maka kamu telah suci.” (HR. Muslim no. 330)
16.
Dari
‘Aisyah, isteri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa jika Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam mandi junub, beliau memulainya dengan mencuci kedua telapak
tangannya. Kemudian beliau berwudhu sebagaimana wudhu untuk shalat. Lalu beliau
memasukkan jari-jarinya ke dalam air, lalu menggosokkannya ke kulit kepalanya,
kemudian menyiramkan air ke atas kepalanya dengan cidukan kedua telapak
tangannya sebanyak tiga kali, kemudian beliau mengalirkan air ke seluruh
kulitnya.” (HR. Bukhari no. 248 dan Muslim no. 316)
17.
Dari
Ibnu ‘Abbas berkata bahwa Maimunah mengatakan, “Aku pernah menyediakan air
mandi untuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu beliau menuangkan
air pada kedua tangannya dan mencuci keduanya dua kali-dua kali atau tiga kali.
Lalu dengan tangan kanannya beliau menuangkan air pada telapak tangan kirinya,
kemudian beliau mencuci kemaluannya. Setelah itu beliau menggosokkan tangannya
ke tanah. Kemudian beliau berkumur-kumur dan memasukkan air ke dalam hidung.
Lalu beliau membasuh muka dan kedua tangannya. Kemudian beliau membasuh
kepalanya tiga kali dan mengguyur seluruh badannya. Setelah itu beliau bergeser
dari posisi semula lalu mencuci kedua telapak kakinya (di tempat yang
berbeda).” (HR. Bukhari no. 265 dan Muslim no. 317)
18.
An
Nawawi rahimahullah mengatakan, “Disunnahkan bagi orang yang beristinja’
(membersihkan kotoran) dengan air, ketika selesai, hendaklah ia mencuci
tangannya dengan debu atau semacam sabun, atau hendaklah ia menggosokkan
tangannya ke tanah atau tembok untuk menghilangkan kotoran yang ada.”
19.
Asy
Syaukani rahimahullah mengatakan, “Adapun mendahulukan mencuci anggota wudhu
ketika mandi itu tidaklah wajib. Cukup dengan seseorang mengguyur badan ke
seluruh badan tanpa didahului dengan berwudhu, maka itu sudah disebut mandi (al
ghuslu).”
20.
Dari
Aisyah RA, “Jika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mandi junub, beliau
mencuci tangannya dan berwudhu sebagaimana wudhu untuk shalat. Kemudian beliau
mandi dengan menggosok-gosokkan tangannya ke rambut kepalanya hingga bila telah
yakin merata mengenai dasar kulit kepalanya, beliau mengguyurkan air ke atasnya
tiga kali. Lalu beliau membasuh badan lainnya.” (HR. Bukhari no. 272)
21.
Dari
Aisyah RA, “Jika salah seorang dari kami mengalami junub, maka ia mengambil air
dengan kedua tangannya dan disiramkan ke atas kepala, lalu mengambil air dengan
tangannya dan disiramkan ke bagian tubuh sebelah kanan, lalu kembali mengambil
air dengan tangannya yang lain dan menyiramkannya ke bagian tubuh sebelah
kiri.” (HR. Bukhari no. 277)
22.
Dari
Aisyah RA, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa mendahulukan yang kanan
ketika memakai sendal, ketika bersisir, ketika bersuci dan dalam setiap perkara
(yang baik-baik).” (HR. Bukhari no. 168 dan Muslim no. 268)
23.
Dalam
hadits Ummu Salamah, “Saya berkata, wahai Rasulullah, aku seorang wanita yang
mengepang rambut kepalaku, apakah aku harus membuka kepangku ketika mandi
junub?” Beliau bersabda, “Jangan (kamu buka). Cukuplah kamu mengguyur air pada
kepalamu tiga kali, kemudian guyurlah yang lainnya dengan air, maka kamu telah
suci.” (HR. Muslim no. 330)
24.
Dari
Aisyah RA, “Asma’ bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang
mandi wanita haidh. Maka beliau bersabda, “Salah seorang dari kalian hendaklah
mengambil air dan daun bidara, lalu engkau bersuci, lalu membaguskan
bersucinya. Kemudian hendaklah engkau menyiramkan air pada kepalanya, lalu
menggosok-gosoknya dengan keras hingga mencapai akar rambut kepalanya. Kemudian
hendaklah engkau menyiramkan air pada kepalanya tadi. Kemudian engkau mengambil
kapas bermisik, lalu bersuci dengannya. Lalu Asma’ berkata, “Bagaimana dia
dikatakan suci dengannya?” Beliau bersabda, “Subhanallah, bersucilah kamu
dengannya.” Lalu Aisyah berkata -seakan-akan dia menutupi hal tersebut-, “Kamu
sapu bekas-bekas darah haidh yang ada (dengan kapas tadi)”. Dan dia bertanya
kepada beliau tentang mandi junub, maka beliau bersabda, ‘Hendaklah kamu
mengambil air lalu bersuci dengan sebaik-baiknya bersuci, atau bersangat-sangat
dalam bersuci kemudian kamu siramkan air pada kepala, lalu memijatnya hingga
mencapai dasar kepalanya, kemudian mencurahkan air padanya’.” (HR. Bukhari no.
314 dan Muslim no. 332)
25.
Dari
‘Aisyah, ia berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak berwudhu setelah
selesai mandi.” (HR. Tirmidzi no. 107, An Nasai no. 252, Ibnu Majah no. 579, Ahmad
6/68. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
26.
Dari
Ibnu ‘Umar, Beliau ditanya mengenai wudhu setelah mandi. Lalu beliau menjawab,
“Lantas wudhu yang mana lagi yang lebih besar dari mandi?” (HR. Ibnu Abi
Syaibah secara marfu’ dan mauquf
27.
Dalam
hadits Maimunah, “Lalu aku sodorkan kain (sebagai pengering) tetapi beliau
tidak mengambilnya, lalu beliau pergi dengan mengeringkan air dari badannya
dengan tangannya” (HR. Bukhari no. 276)